Tuesday 24 June 2008
Irigasi Tetes, Cara Efisien Menyiram Tanaman
KEGIATAN menyiram tanaman di musim kemarau bagi sebagian petani tradisional menjadi rutinitas yang cukup merepotkan. Mulai dari mengambil air dari sumbernya, mengangkutnya ke kebun, hingga menyiramkannya satu per satu pada setiap tanaman, merupakan aktivitas yang melelahkan.
Namun bagi petani yang "melek" teknologi kegiatan menyiram tanaman menjadi hal yang mudah dan praktis, tinggal putar kran maka semua tanaman pun akan tersiram secara merata. Salah satu cara mempermudah rutinitas penyiraman tersebut adalah dengan sistem irigasi tetes (drip irrigation).
Sistem irigasi ini menggunakan air sedikit sekali yang langsung mengalirkan air ke tanaman-tanaman secara terus menerus sesuai kebutuhan. Irigasi jenis ini terbukti berhasil menyuburkan tanaman di daerah pertanian Israel yang kering.
Prinsip dasar irigasi tetes adalah memompa air dan mengalirkannya ke tanaman dengan perantaraan pipa-pipa yang dibocorkan tiap 15 cm (tergantung jarak antartanaman). Penyiraman dengan sistem ini biasanya dilakukan dua kali sehari pagi dan petang selama 10 menit. Sistem tekanan air rendah ini menyampaikan air secara lambat dan akurat pada akar-akar tanaman, tetes demi tetes.
Keuntungannya dengan sistem ini sedikit menggunakan air, air tidak terbuang percuma, dan penguapan pun bisa diminimalisir.
Irigasi tetes tampaknya bisa dijadikan pilihan cerdas untuk mengatasi masalah kekeringan atau sedikitnya persediaan air di lahan-lahan kering.
Irigasi tetes pertamakali digunakan di kawasan gurun dimana air sangat langka dan berharga. Pada pertanian skala besar, irigasi tetes cocok untuk sistem pertanian berjajar, untuk buah-buahan, juga sistem irigasi di dalam greenhouse. Irigasi tetes juga menjadi sarana penting di negara-negara maju di seluruh dunia dalam mensiasati pasokan air yang terbatas.
Drip irrigation dirancang khusus untuk pertanian bunga-bungaan, sayuran, tanaman keras, greenhouse, bedengan, patio dan tumbuhan di dak.
Selain oleh petani tradisional, sistem mikro irigasi ini cocok untuk kebun perkotaan, sekolah, rumahan, operator greenhouse. Pada dasarnya siapapun yang bercocok tanam yang butuh pengairan yang tepat dan efisien, bisa menggunakan sistem ini.
Sistem irigasi tetes cepat dan mudah dirakit. Komponennya utama adalah pipa paralon dengan dua ukuran yang berbeda. Yang berdiameter lebih besar digunakan sebagai pipa utama, sementara yang lebih kecil digunakan sebagai pipa tetes. Pipa utama berfungsi sebagai pembagi air ke setiap pipa tetes. Pipa tetes diberi lubang-lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman dengan jarak sesuai jarak antar tanaman. Untuk mengalirkan air dari sumbernya diperlukan pompa air, juga dilengkapi kran dan saringan air ke pipa utama, tidak lupa pipa konektor untuk sambungan.
Untuk instalasi sistem perpipaan memang membutuhkan biaya. Tapi banyak alternatif yang layak dicoba selain menggunakan pipa-pipa dan pompa. Contoh irigasi tetes yang paling sederhana adalah dengan menggunakan bambu yang dilubangi antar ruasnya atau memanfaatkan botol plastik bekas kemasan air mineral yang diletakkan terbalik.
Dibandingkan dengan sprinkler atau penyiram taman sistem semprot perlu jumlah air yang banyak. Diperlukan sebanyak 400 galon air per jam, sementara tanah tidak diberi waktu untuk menyerap air. Hasilnya air lolos di permukaan mengakibatkan erosi. Sementara dengan irigasi tetes air bisa dihemat hingga 50%.
Drip irrigation tidak membuang-buang air, tidak menyebabkan erosi dan sedikit air yang menguap. Air memiliki waktu untuk menyerap ke dalam dan secara kapiler ke seluruh area perakaran. Hasilnya irigasi tetes memiliki efisiensi hingga 95% dibanding sistem sprinkler yang hanya 50% - 65%.
Dengan penambahan pengatur waktu (timer) yang diprogram, sistem irigasi mikro ini secara otomatis akan menyiram tanaman dengan jumlah air yang tepat setiap hari sementara anda bisa berleha-leha di rumah atau bisa tenang bepergian. (Dede Suhaya/ www.dripirrigation.ca)
Manfaatkan Gravitasi
SISTEM irigasi tetes tidak harus selalu menggunakan pompa untuk mengalirkan air ke setiap pohon. Ada cara yang lebih simpel yaitu dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara ini cocok untuk sumber air yang lebih tinggi dari kebun. Bahkan tinggi sumber air 1 m pun memungkinkan. Sistem gravitasi bisa lebih menghemat biaya, petani tidak perlu membeli pompa untuk mengalirkan air ke seluruh kebun.
Instalasi irigasi tetes sistem gravitasi memerlukan tangki sebagai penampung air, menara penopang tangki, kran, saringan (filter), pipa PVC, sambungan pipa, dan pipa tetes (drip line) tempat air menetes ke setiap akar tanaman.
Kapasitas tangki yang lebih besar tentunya akan menghasilkan tekanan lebih besar pula sehingga tetesan semakin cepat. Namun hal itu tergantung pada keperluan, untuk skala hobi kapasitas tangki bisa 100 liter, 200 liter, atau 300 liter. Namun untuk kebun hidroponik kapasitas penampung air bisa lebih besar, 2.000 liter misalnya. Yang lebih sederhana bisa memanfaatkan ember yang digantung setinggi 1 m.
Akibat beda ketinggian ini, air akan mengalir dari tangki melalui pipa PVC, dari pipa PVC air kemudian mengalir ke drip lines yang memiliki lubang-lubang untuk meneteskan air ke setiap tanaman.
Pengaturan waktu penyiraman dilakukan dengan cara membuka-tutup kran. Kran sebaiknya dilengkapi dengan filter agar kotoran tidak masuk ke dalam pipa.
Dengan irigasi tetes sistem gravitasi, setiap tanaman akan mendapatkan jatah air yang sama bila menggunakan regulator (panjang lk. 3 cm) di dalam pipa tetes. Regulator ini berupa celah-celah berbentuk zig-zag. Di ujung regulator inilah terdapat lubang kecil tempat air menetes. (DS/dari berbagai sumber)
foto: www.jains.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
wah Metode Irigasi Tetes ini sangat menarik, sebenarnya tidak rumit, munkin SDM petani indonesia saja yang perlu diregenerasi supaya lebih Kreatif. Mungkin cara pandang terhadap petani harus segera dirubah, Seperti Umpatan Guru dalam Bahasa jawa "Nek bodo majul wae, dadi tani" umpatan itu terngiang-ngiang pada anak2 sehingga ketika dewasa generasi muda gengsi jadi petani, maunya kerja kantoran berdasi.. mimpi kali yeeee..
ReplyDeleteteknolog ini patut dicontoh semua petani, cuma petani kita masih gagap teknologi, bahkan teknologi sederhanapun sulit di cerna. cobalah praktisi juga memberikan foto peraga biar lebih jelas.
ReplyDelete