Thursday 20 November 2008

Bisakah Pisang Diselamatkan ?

Beruntunglah bagi Anda yang hingga detik ini masih bisa menikmati lezatnya pisang ambon, pisang raja cere, atau cavendish yang impor itu. Karena mungkin sepuluh tahun lagi dunia akan dilanda kelangkaan si Musa ini, terutama variestas-varietas unggul yang bernilai ekonomi.

SEBUAH artikel di majalah New Scientist edisi 18 Januari 2003, memprediksi dalam kurun waktu sepuluh tahun lagi pisang akan hilang alias punah dari permukaan bumi, jika tidak diambil langkah-langkah mendesak untuk menyelamatkannya.

Ada apa sebenarnya dengan buah seksi ini ?

Selama ribuan tahun pisang tidak memiliki "alat kelamin" untuk bereproduksi. Buah paling populer di dunia ini steril, dalam arti tidak memiliki biji--di sinilah letak permasalahannya. Pisang bisa dikatakan secara genetik sudah tua dan renta. Ia telah berhenti ber-evolusi bahkan sejak pertama dikembangbiakan di hutan-hutan Asia Tenggara di akhir zaman es. Jadi selama ini kita makan pisang dari varietas yang tidak berubah selama berabad-abad.

Kebanyakan ilmuwan percaya buah pisang di dunia ini bisa punah, karena tidak memiliki keanekaragaman genetis untuk memerangi hama dan penyakit yang menyerang pertanaman pisang di Amerika Tengah, Afrika dan Asia. Memang di seluruh dunia ada sebanyak 500 varietas pisang, namun secara genetis semuanya mirip. Ironisnya lagi yang banyak diekspor hanya satu jenis yaitu cavendish. Tak heran bila semua penelitian kini difokuskan untuk menyelamatkan buah bernilai ekonomi tinggi ini, atau paling tidak ada varietas yang bisa menggantikannya.

Pisang dikenal sebagai buah yang mudah dicerna, bermanfaat bagi tubuh, makanan bergizi bagi balita, orang sakit atau olahragawan, karena merupakan sumber natrium, kalsium, fosfor dan vitamin A, B6, dan C. Bahkan American Heart Association mengklaim bahwa mengkonsumsi pisang dapat menurunkan tekanan darah tinggi.

Pisang pertama kali dikonsumsi sekitar 10.000 tahun yang lalu di Asia Tenggara kemudian menyebar ke Afrika dan Amerika Latin. Hampir setengah miliar rakyat di Afrika dan Asia kini tergantung padanya sebagai makanan pokoknya.

Prediksi mengagetkan dari New Scientist bukanlah tanpa alasan. Musnahnya varietas pisang memang pernah terjadi. Hingga awal tahun 1960-an mangkuk-mangkuk sereal dan hidangan eskrim di Amerika masih diisi dengan Gros Michel, sejenis pisang besar yang lebih lezat dari buah pisang yang kita makan saat ini. Namun di awal abad ini, sebuah jamur yang disebut penyakit Panama mulai menginfeksi si "Big Mike" ini hingga mencapai Honduras, produsen pisang terbesar di dunia (kini peringkat ketiga setelah Ekuador dan Kosta Rika). Akibat ulah strain pertama penyakit Panama ini memaksa hampir seluruh petani di dunia mengganti ratusan hektar lahan Gros Michel dengan Cavendish, yang resisten terhadap penyakit ini. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, Gros Michel pun lenyap tanpa bekas.

Keganasan jamur Panama tidak berhenti sampai di sini. Tahun 1992, suatu jamur strain baru--salah satu yang dapat menyerang cavendish--ditemukan di Asia. Panaman Ras 4 ini menyapu perkebunan pisang di Indonesia, Malaysia, Australia dan Taiwan dan kini menyebar di sebagian besar Asia Selatan, dan segera menyerang Afrika dan Amerika Latin.

Upaya global kini tengah dilakukan untuk menyelamatkan buah lucu ini. Baik secara tradisional maupun teknologi tinggi. Cara tradisional dilakukan melalui eksperimen penyerbukan silang di antara pohon betina dan jantan dengan varietas pisang liar, mencoba menciptakan tanaman pengganti yang bentuk dan rasanya mirip cavendish. Di sisi lain ahli rekayasa biologi pun dikerahkan, misalnya Rony Swennen dari Laboratory Tropical Crop Improvement, Belgia, "bersenjatakan" gen pisang yang telah dikode, ia melakukan manipulasi kromosom tanaman ini, kadang disilang dengan DNA dari spesies lain, tujuannya sama untuk menemukan cavendish "tahan banting" terhadap penyakit Panama dan penyakit mematikan lainnya.

Upaya tak kenal menyerah itu akhirnya membuahkan pisang yang disebut "Goldfinger". Si Jari Emas ini dikembangkan dari kawin silang lebih dari 350 pisang jenis orisinal yang dikumpulkan para ilmuwan United Fruit. Pisang ini cocok untuk dimasak maupun dimakan langsung, namun rasanya sedikit asam, mirip rasa apel. Goldfinger diciptakan Philip Rowe, seorang pendukung metode tradisional budidaya pisang. Ia percaya bahwa hibridisasi konvensional--bukan rekayasa genetika--merupakan cara terbaik untuk mencari pengganti cavendish.

Sementara itu, Swennen pun berhasil mengembangkan tanaman pisang dengan cara bioteknologi, hasilnya pisang yang dimanipulasi menjadi tinggi kadar beta-caroten-nya sehingga kaya akan vitamin A. Menurutnya bioteknologi merupakan cara satu-satunya untuk menyelamatkan pisang, karena 100 persen pisang tak berbiji, ia tida bisa diperbaiki dengan cara hibridisasi tradisional.

Rasanya tidak adil bila yang diselamatkan hanya varietas tertentu saja seperti cavendish. Bagaimana nasib pisang-pisang yang dikonsumsi secara besar-besaran di Afrika. Inilah garapan konsorsium global para ilmuwan yang berkedudukan di Prancis, mereka memfokuskan risetnya pada pisang-pisang konsumsi Afrika. "Bekerja pada gen pisang ini akan dikonsentrasikan untuk menemukan cara memperbaiki varietas-varietas yang dimakan orang-orang Afrika, daripada pisang yang dijual di supermarket-supermarket," tegas Dr Emile Frison yang mengepalai tim ilmuwan tersebut.

Akankah pertempuran untuk memperbaharui buah favorit di dunia ini bisa dimenangkan atau malah kita sudah terlambat? (Dede Suhaya/popsci.com/news.bbc.co.uk)***

Foto: flickr.com

No comments:

Post a Comment