Tuesday, 12 August 2008
Stephen William Hawking, Pakar Fisika yang Cinta Antariksa
"SPACE, here I come!" ("antariksa, saya datang!"), itulah ucapan yang seakan terlontar dari mulutnya sendiri, dalam suatu kesempatan setelah penerbangan tanpa bobot yang telah ia jalani dalam pesawat G-Force One, 26 April lalu. Suatu ungkapan yang cukup menyiratkan akan kecintaan dan kerinduannya pada dunia antariksa. Ia mengaku seumur hidupnya selalu memendam keinginan terbang ke angkasa luar.
Itulah Stephen William Hawking (65 tahun), seorang pakar fisika teoritis yang dikenal luas di dunia karena teori-teorinya yang fenomenal terutama mengenai "lubang hitam" (black hole), kosmologi, dan gravitasi kuantum.
Ilmuwan Inggris yang lahir 8 Januari 1942 ini begitu menikmati petualangan barunya, seakan melupakan otot-ototnya yang lumpuh, juga melupakan kursi roda yang selama ini menopangnya. Profesor Hawking yang menderita kelumpuhan akibat penyakit otot itu sesaat bisa mengambang, melayang-layang bebas tanpa bantuan alat maupun orang lain. "Menakjubkan,'' komentarnya setelah mengakhiri penerbangan itu. ''Saya ingin menunjukkan pada khalayak bahwa siapa pun bisa berpartisipasi dalam pengalaman tanpa bobot ini.''
Stephen W. Hawking lahir di Oxford, Inggris dari rahim seorang ibu bernama Isobel. Ayahnya Frank Hawking dikenal sebagai peneliti dalam obat-obatan tropis. Sewaktu di bangku sekolah dasar St. Albans School, Oxford, kepintaran Hawking kecil biasa-biasa saja. Ia mendapati ilmu biologi dan obat-obatan yang dianjurkan ayahnya terlalu deskriptif dan kurang pasti. Namun bakatnya pada bidang ilmu pasti sangatlah menonjol.
Ketika melanjutkan studi ke Universitas Oxford, ia pun beralih mempelajari ilmu matematika dan fisika. Hawking akhirnya meraih gelar BA pada tahun 1962. Untuk meraih PhD, ia kemudian melanjutkan studinya dalam bidang astronomi dan kosmologi di Universitas Cambridge. Di sini ia mulai melakukan penelitian mengenai teori relativitas. Tahun 1979 ia menjadi Profesor Lucasian di bidang Matematika, suatu kedudukan yang sangat prestisius yang juga pernah disandang ilmuwan Sir Isaac Newton.
Pada 1962, Stephen Hawking didiagnosis menderita penyakit otot yang tak terobati. Penyakit amyotrophic lateral sclerosis (penyakit Lou Gehrig) telah menyerang sel-sel saraf di otak dan sum-sum tulang belakangnya, yang menimbulkan kelumpuhan, sejak itulah seluruh hidupnya berada di atas kursi roda. Penderitaan Hawking belum berakhir, tahun 1985 ia menderita pneumonia, yang membuatnya kesulitan bernafas dan akhirnya ia tak bisa bicara secara normal. Untuk keperluan berkomunikasi Hawking hanya bisa menggerakkan otot-otot pipinya ketika memilih kata-kata di komputernya, yang kemudian diverbalkan oleh sebuah synthesizer suara.
Karir ilmiahnya tidak lantas berhenti karena keterbatasan fisiknya, malahan terus berlanjut lebih dari empat puluh tahun. Dengan ketekunan dan keuletan, akhirnya berbuah temuan berupa teori kosmologi dan gravitasi kuantum, yang kini menjadi rujukan penelitian para ilmuwan. Salah satu hasil penemuannya yang paling fenomenal adalah hukum-hukum mekanisme lubang hitam, sebuah pengembangan dari teori Ledakan Besar (Big Bang) jagat raya.
Menurutnya, setelah terjadi ledakan besar terbentuklah apa yang disebut lubang hitam (black hole) di alam semesta. Dari sinilah ia mencetuskan pemikiran cemerlang tentang black hole tersebut. Topik itu ia bahas dalam buku terlarisnya, A Brief History of Time. ''Karya saya tentang lubang hitam dimulai dengan sebuah momen 'eureka' pada 1970, beberapa hari setelah kelahiran anak saya, Lucy,'' katanya dalam suatu kesempatan.
Melalui penerbangan tanpa bobot, Hawking menyimpan satu harapan bagi umat manusia. ''Saya rasa umat manusia tidak punya masa depan jika tidak ke angkasa luar,'' ujarnya. Untuk itulah, Hawking ingin memacu minat masyarakat pada dunia antariksa. ''Sebuah penerbangan tanpa gravitasi adalah langkah pertama menuju perjalanan angkasa.''
''Kita bisa meningkatkan akses pada sumber-sumber di ruang angkasa, dan menyebarkan kemanusiaan di luar Bumi,'' katanya. ''Cepat atau lambat, bencana bisa menghapus kehidupan di Bumi. Penyelamatan jangka panjang bagi umat manusia adalah hijrah ke angkasa luar.''
Sumbangsih besar Hawking bukan saja pada perkembangan ilmu pasti, teladannya untuk kemanusiaan tidaklah kecil. Hawking seorang ilmuwan yang tidak mau dikalahkan oleh penyakit yang menggerogotinya. Vonis yang menyatakan bahwa ia akan selamanya berada di kursi roda dan kehilangan suaranya, bukanlah akhir bagi dirinya. Ia terus menjalani sisa hidupnya dengan karya-karya brilian.
Lalu apa yang ia cari dari ketekunan dan keuletannya selama ini? Simaklah ungkapan Hawking yang sangat terkenal ini.
"Tujuan hidupku sederhana. Saya hanya ingin mengerti alam semesta. Bagaimana bisa seperti itu dan bagaimana semua itu ada." (Dede Suhaya/dari berbagai sumber)***
Sumber foto: NASA
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment