Monday, 18 February 2008

Gelombang Suara: Mampu Tingkatkan Produktivitas Tanaman

HASIL penelitian para ahli membuktikan, seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik, terutama musik klasik, akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya, selain juga mampu secara optimal meningkatkan performa kerja seseorang. Itu pengaruh musik atau suara-suara beraturan pada manusia yang notabene merupakan makhluk hidup pada tingkatan yang sudah kompleks.

Pada tingkatan makhluk hidup yang lebih rendah pun tak ada bedanya, dalam hal ini tumbuh-tumbuhan, secara nyata sudah terbukti gelombang suara atau bunyi yang menenangkan mampu meningkatkan pertumbuhannya.

Penerapan teknologi gelombang suara pada tanam-tanaman atau lebih dikenal sebagai Sonic Bloom ternyata sudah lama diterapkan. Khususnya di Indonesia, teknologi Sonic Bloom pertama kali diperkenalkan pada tahun 1997, namun konsepsi teknik pendekatannya belum banyak dipahami para penggunanya.

Menurut Didiek Hadjar Goenadi, Ahli Peneliti Utama bidang Tanah dan Pemupukan Departemen Pertanian—seperti ditulis Kompas.com—pada prinsipnya teknologi ini berupa pemupukan daun yang diinduksi dengan aplikasi gelombang suara dari sumber bunyi yang memancarkan gelombang dengan frekuensi antara 3.500 dan 5.000 Hertz. Sebuah kisaran gelombang suara yang masih dapat didengar telinga normal manusia.

Akan halnya pupuk daun yang diberikan mengandung senyawa nutrisi berbentuk ikatan organik. Cara pelaksanaannya didahului dengan pemancaran gelombang suara, sehingga diharapkan pupuk yang diberikan lewat daun (di samping yang diberikan lewat tanah) bisa diserap oleh tanaman melalui mulut daun (stomata).

Dengan meningkatnya penetrasi dan translokasi nutrisi ke dalam daun, metabolisme tanaman akan meningkat dan pada gilirannya pertumbuhan dan produksi meningkat pula. Mekanisme peningkatan serapan nutrisi via stomata diyakini oleh penemunya, Dan Carlson dari Amerika Serkat, akibat dari meningkatnya jumlah stomata yang membuka dan atau membesarnya ukuran stomata yang terbuka.

Keyakinan ini sulit dipahami berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang disajikan. Secara teoretis, menurut Didiek, mulut daun ini hanya membuka dan menutup oleh perintah satu organ yang disebut guard cell. Perintah ini muncul sebagai respons terhadap kelembaban, suhu, dan atau cahaya.

Di lain pihak, gelombang suara merupakan gerakan mekanis yang mampu menggetarkan semua materi yang dilaluinya dengan frekuensi yang sama, peristiwa ini dalam ilmu fisika disebut resonansi. Resonansi yang terjadi inilah, tegas Didiek, yang akan menggetarkan molekul nutrisi di permukaan daun, sehingga mengintensifkan penetrasinya melalui stomata atau mulut daun.

Untuk memudahkan penerapan di lapangan, sistem Sonic Bloom yang dijual di pasaran biasanya sudah dalam bentuk kit atau paket siap pakai. Sebagai gambaran, di sonicbloom.com sebuah paket Commercial Kit untuk luas lahan lebih dari 60 acre dihargai US$2.950 sudah termasuk 7 unit sound (speaker) yang dipasang pada empat arah, dilengkapi CD atau kaset yang berisi musik klasik, suara biola atau suara cengkerik/burung, plus 10 galon konsentrat pupuk daun. Ada juga yang dilengkapi dengan sensor cahaya sehingga bisa mati sendiri bila malam tiba.

Di Indonesia, Provinsi Jawa Tengah merupakan wilayah yang sangat intensif mensosialisasikan teknologi Sonic Bloom ini. Dari berbagai hasil pengujian pada beberapa komoditi pertanian penting bisa disimpulkan aplikasi teknologi ini menguntungkan. "Penggunaan Sonic Bloom mampu meningkatkan produktivitas, kualitas hasil tanaman, dan memperpendek masa panen pada berbagai komoditas tanaman," kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jateng, Sukarno seperti dikutip www.pikiran-rakyat.co.id.

Ia mengatakan, aplikasi Sonic Bloom dapat meningkatkan produktivitas padi dari 6,614 ton gabah kering panen (GKP)/ha menjadi 8,314 ton GKP/ha (25,4 persen). Demikian pula tanaman bawang merah dari 11,880 ton umbi/ha menjadi 14,050 ton umbi/ha (18,3 persen), dan kentang dari 15,102 ton/ha menjadi 18,843 ton/ha.

Keuntungan bersih pada padi dapat meningkat hingga Rp 800.000/ha/MT, sedang pada bawang merah dan tebu masing-masing meningkat Rp 4,5 juta/ha/MT dan Rp 6 juta/ha/MT. Peningkatan keuntungan ini merupakan akibat langsung dari peningkatan produksi karena penerapan teknologi ini.

Apabila hasil-hasil ini konsisten, keberhasilan pengembangan aplikasi teknologi Sonic Bloom di berbagai komoditi pertanian akan membawa dampak positif bagi kalangan petani dan masyarakat. Inilah jawaban bagi upaya pencapaian ketahanan pangan yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintahan. (Dede Suhaya/dari berbagai sumber)***


Sama dengan Frekuensi Suara Burung

DAN Carlson adalah sosok di balik penemuan teknologi Sonic Bloom ini. Apa yang menjadi motivasi Carlson, berawal dari peristiwa mengerikan yang dia saksikan di awal tahun 1960-an. Ketika bertugas sebagai tentara di zona demarkasi Korea Utara dan Selatan, ia menyaksikan seorang ibu kelaparan yang melindaskan kaki anaknya pada ban belakang sebuah truk tentara, demi mendapatkan hak bantuan makanan.

Sepulang bertugas dari daerah konflik tersebut, Carlson meluangkan waktu untuk studi fisiologi tumbuhan di Universitas Minnesota. Dipicu oleh gagasan bahwa frekuensi suara bisa membantu tumbuhan ‘bernafas’ lebih baik serta menyerap lebih banyak zat makanan, ia mulai bereksperimen dengan bermacam-macam frekuensi sampai akhirnya, dengan bantuan seorang insinyur audio, ia menemukan suatu kisaran frekuensi suara yang serupa dengan siulan burung di pagi hari, yang membantu membuka stomata (pori-pori daun) tanaman lebih lebar.

Di setiap daun ada ribuan pori-pori kecil ini. Setiap stoma—yang lebarnya kurang dari 1/1.000 inchi—memungkinkan oksigen dan air memasuki daun (transpirasi), sementara gas-gas lainnya, terutama CO2, juga melalui jalan ini untuk berlangsungnya proses fotosintesis menghasilkan zat makanan bagi tumbuhan. Selama kondisi kering, stomata ini akan tertutup untuk mencegah layunya tumbuhan akibat kekeringan.

Dari tayangan fotomikrograf memperlihatkan, stomata pada daun membuka lebih besar akibat frekuensi suara yang digunakan Carlson. Sementara lewat mikroskop elektron menunjukkan secara nyata kerapatan stomata lebih tinggi pada daun yang diperlakukan dengan sistem akustik ini.

Karena secara normal stomata menyerap embun di pagi hari, maka pemberian ‘minum’ nutrien dalam bentuk unsur-unsur yang mengalir bebas tentunya bisa dilakukan. Carlson kemudian mengembangkan semprotan organik khusus untuk diaplikasikan pada daun-daun tumbuhan bersama dengan bantuan suara yang akan mempengaruhi terbukanya stomata. Untuk mengembangkan larutan zat-zat makanan yang efektif, Carlson melakukan trial and error selama 15 tahun. Ia tidak hanya mencari unsur-unsur yang membuat tumbuhan berkembang, tapi juga menemukan keseimbangan yang cocok di antara unsur-unsur tersebut. Untuk menemukan perbandingan yang cocok Carlson melakukan pengujian dengan bantuan isotop radioaktif dan pencacah Geiger untuk menjejak perjalanan unsur-unsur tersebut dari daun ke batang ke pucuk hingga ke akar. (DS/www.sonicbloom.com)***

1 comment:

  1. tolong dicantumkan sitasi dan sumbernya di bgian daftar pustaka

    ReplyDelete