BEBERAPA hari sebelum terjadi gempa bumi yang disusul gelombang tsunami di Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, tidak biasanya burung hantu ke luar dari Cagar Alam Pananjung memasuki perkampungan penduduk. Bahkan sejam sebelum bencana itu terjadi, binatang-binatang di cagar alam itu seperti gelisah tidak bisa diam. Kera-kera berlarian ke sana ke mari seperti ketakutan, kelelawar beterbangan di siang hari meninggalkan cagar alam. “Aneh sekali, biasanya kelelawar terbang di malam hari,” ujar seorang saksi mata.
Dus tahun yang lalu, sebelum tsunami meluluhlantakkan Aceh dan sekitarnya peristiwa serupa terjadi di sana. Banyak binatang bertingkah aneh. Burung-burung tiba-tiba menjauh meninggalkan pantai, tidak menghiraukan ikan-ikan yang berserakan ketika air laut surut. Gajah-gajah pun mengeluarkan pekikan keras seperti kerasukan dan berlarian menuju daerah tinggi.
Dengan mengatur indra secara baik serta kesadaran yang ekstrem terhadap lingkungannya, terbukti gajah-gajah dan hewan-hewan lain memiliki kemampuan mendeteksi gempa bumi dan mendekatnya tsunami, sehingga dengan nalurinya mereka segera menyelamatkan diri menuju pedalaman atau dataran tinggi.
Tingkah hewan dalam mengantisipasi terjadinya gempa telah banyak dilaporkan. Seperti Ikan lele yang bergerak berlebihan, ayam-ayam berhenti bertelur dan lebah kabur meninggalkan sarangnya. Begitu juga para pemilik hewan piaraan mengaku menyaksikan anjing dan kucingnya bertingkah aneh sebelum bumi berguncang—menggonggong atau merintih tanpa sebab, atau memperlihatkan tanda-tanda gugup dan gelisah.
Kepercayaan bahwa hewan-hewan bisa memprediksi gempa bumi memang telah ada sejak berabad-abad. Di tahun 373 SM, para ahli sejarah mencatat suatu kejadian; segerombolan binatang, di antaranya tikus, ular dan cerpelai, telah meninggalkan kota Helice, Yunani hanya beberapa hari sebelum gempa menghancurkan tempat itu.
Tetapi secara tepat apa yang binatang rasakan, masih menjadi misteri. Salah satu teori diajukan, bahwa makhluk-makhluk liar dan ternak bisa merasakan getaran Bumi dibanding manusia. Gagasan lain menyebutkan bahwa para hewan dapat mendeteksi perubahan listrik di udara atau gas yang dilepaskan dari Bumi.
Gempa bumi adalah fenomena tiba-tiba. Para seismolog tak memiliki cara mengetahui secara persis kapan atau dimana gempa akan terjadi. Para peneliti di Jepang telah lama mempelajari tingkah laku binatang dengan harapan menemukan apa yang mereka dengar atau rasakan sebelum Bumi berguncang agar bisa digunakan sebagai alat prediksi yang lebih akurat.
Namun, para seismolog Amerika, begitu skeptis. ”Apa yang kita hadapi adalah penuh anekdot,” ujar Andy Michael, seorang ahli geofisik dari United States Geological Survey (USGS), sebuah agen pemerintah yang memberikan informasi sains mengenai Bumi. ”Binatang bisa saja bereaksi pada berbagai hal—keadaan lapar, mempertahankan teritorialnya, mencari pasangan, menghindari predator—maka sulit untuk melakukan studi yang terkendali untuk mendapatkan sinyal peringatan yang mutakhir.”
Namun demikian, para peneliti di seluruh dunia terus mengejar gagasan hewan-gempa ini. Di bulan September 2003 seorang dokter medis Jepang melakukan suatu studi bahwa tanda-tanda tingkah aneh anjing, seperti menggonggong keras atau menggigit, bisa dipakai untuk meramal gempa.
Ada sebuah kisah sukses dalam meramal gempa berdasarkan observasi tingkah polah aneh binatang. Di tahun 1975 Pemerintah China pernah memerintahkan evakuasi besar-besaran di Haicheng, beberapa hari sebelum gempa berkekuatan 7,3 skala Richter mengguncang kota berpenduduk padat itu. Alhasil korban yang tewas dan cedera menjadi kecil. Ditaksir jumlah tewas dan cedera bisa mencapai 50.000 orang, bila penduduk kota tidak dievakuasi.
Para pekerja China sebelumnya telah mendapat laporan mengenai tingkah aneh binatang. Seperti anjing melolong, binatang yang gugup lari dari bangunan, dan ikan-ikan bergerak liar di dalam air. Insiden Haicheng memberi orang harapan bahwa gempa bumi mungkin bisa diprediksi. Kemungkinan para binarang merasakan perubahan yang tidak bisa dideteksi manusia.
Sudah diketahui bahwa getaran-getaran kecil (foreshocks) kerap terjadi sebelum suatu pergerakan yang lebih besar. Perubahan juga terjadi dalam sifat-sifat listrik dan magnet batuan, serta naiknya tekanan sering menyebabkan bengkak dan retak di tanah. Ketika batuan retak, gas radioaktif radon, sering dilepaskan. Radon melarut dalam air dan jika radon yang terkandung dalam air meningkat, sebuah gempa bumi mungkin sedang di perjalanan. “Rangkaian foreshock seperti inilah yang memberikan (Pemerintah China) prediksi yang solid,” ungkap Michael.
Rupert Sheldrake, seorang ahli biologi pernah melakukan studi sendiri melihat reaksi-reaksi binatang sebelum getaran besar, termasuk gempa bumi Northridge, California, tahun 1994, dan gempa Yunani dan Turki tahun 1999.
Dari seluruh kasus, ujarnya, ada laporan-laporan tingkah aneh sebelumnya, termasuk lolongan misterius anjing-anjing di malam hari, burung-burung dalam sangkar menjadi gelisah, dan sembunyinya kucing-kucing yang gugup.
Namun demikian para ahli geologi, mengabaikan laporan-laporan tersebut, mengatakan itu hanyalah “efek pemokusan psikologis” dimana orang ingat tingkah-tingkat aneh hanya setelah sebuah gempa bumi atau bencana telah terjadi. Jika tidak terjadi, orang tidak ingat lagi tingkah-tingkah aneh tersebut. (Dede Suhaya/sumber: news.nationalgeographic.com)***
Lele Bertingkah, Bumi Berguncang
BAGI penduduk Jepang, ikan lele dianggap sebagai biang keladi terjadinya gempa. Gara-gara lele bertingkah aktif, bumi berguncang hebat. Setidaknya itu yang diyakini bangsa Jepang di Zaman Edo (abad 18 – 19 Masehi). Konon tepat sebelum gempa besar melanda Edo—sekarang Tokyo—pada tahun 1855, lele di kolam dan danau bertingkah aneh, menjadi aktif tidak seperti biasanya. Ikan nokturnal itu meloncat-loncat keluar kolam dan danau.
Ada juga catatan mengenai seseorang yang akan mencari belut di sungai tetapi hanya berhasil menangkap ikan lele. Kemudian orang itu teringat bahwa gempa bumi akan terjadi bila lele bertingkah aneh, sehingga ia cepat-cepat pulang dan bersiap menghadapi bencana. Sesuai perkiraannya, pada malam itu juga gempa bumi besar melanda daerahnya.
Beberapa hari sebelum gempa bumi Tokyo yang dahsyat pada tahun 1923, ikan lele pun terlihat bercebur-cebur di sebuah kolam di Mukojima, Tokyo. Dan sehari sebelum bencana itu terjadi, banyak lele dilaporkan bertingkah laku aneh di permukaan kolam Kugenuma, Provinsi Kanagawa. Sehingga ikan-ikan berpatil itu jadi mudah ditangkap.
Fakta-fakta ini membangkitkan minat orang-orang berpengetahuan, dan menjadikannya ide untuk mencoba memprediksi sebuah gempa dengan memelihara ikan lele serta mengamati tingkah lakunya.
Belum ada penjelasan ilmiah kaitan aktivitas lele dengan gempa. Namun, diduga lele lebih sensitif merasakan perubahan aliran listrik di bawah tanah sebelum gempa terjadi. Ini berkaitan dengan kebiasaan ikan yang tinggal di bagian bawah kolam/danau yang dangkal dan berlumpur, sehingga mereka dapat merasakan perubahan sekecil apapun aliran listrik di bawah tanah sebelum gempa bumi. Hal inilah mungkin yang menyebabkan aktivitas berlebihan ikan lele di permukaan air. (DS/sumber: nipponia)***
No comments:
Post a Comment