Alasannya, menurut para peneliti yang dipimpin Jacob Lowenstein dari Universitas Columbia, New York, AS, kebanyakan restoran cenderung menyajikan shusi dengan spesies tuna sirip biru (bluefin) dan mata besar (bigeye), yang memiliki tingkat merkuri yang lebih tinggi dari pada tuna jenis sirip kuning (yellowfin) yang biasa dijual di toko-toko grosir.
Dari hasil uji DNA, konsentrasi rata-rata merkuri untuk seluruh jenis tuna yang dipelajari, termasuk tuna sirip kuning, ternyata melampaui dosis aman yang dianjurkan oleh Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup, sementara konsentrasi logam berat itu untuk tuna yang disajikan restoran malahan lebih tinggi.
Tingkatan merkuri yang ditemukan dalam tuna spesies sirip biru dan mata besar melampaui atau mendekati level yang diizinkan di Kanada, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan WHO,î demikian penjelasan dari studi tersebut yang dipublikasikan Biology Letters dan dilansir Discovery News.
Ikan tuna yang disajikan restoran ukurannya mungkin lebih besar dibandingkan sirip kuning, karena ikan yang lebih besar lebih berharga untuk seporsi shusi, padahal ikan ukuran besar memiliki tingkat merkuri yang lebih tinggi.***
Dari hasil uji DNA, konsentrasi rata-rata merkuri untuk seluruh jenis tuna yang dipelajari, termasuk tuna sirip kuning, ternyata melampaui dosis aman yang dianjurkan oleh Lembaga Perlindungan Lingkungan Hidup, sementara konsentrasi logam berat itu untuk tuna yang disajikan restoran malahan lebih tinggi.
Tingkatan merkuri yang ditemukan dalam tuna spesies sirip biru dan mata besar melampaui atau mendekati level yang diizinkan di Kanada, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan WHO,î demikian penjelasan dari studi tersebut yang dipublikasikan Biology Letters dan dilansir Discovery News.
Ikan tuna yang disajikan restoran ukurannya mungkin lebih besar dibandingkan sirip kuning, karena ikan yang lebih besar lebih berharga untuk seporsi shusi, padahal ikan ukuran besar memiliki tingkat merkuri yang lebih tinggi.***
No comments:
Post a Comment