Sunday, 6 April 2008

"Plasenta" Tingkatkan Panen 400%



GAGASANNYA muncul begitu saja sekitar pertengahan tahun 2007, tatkala ia menyaksikan hamparan lahan gambut dan lahan kering yang kerap ia temui dalam lawatannya ke berbagai daerah untuk memperkenalkan hasil inovasinya ke petani.

Terbersit dalam benaknya bagaimana menciptakan sistem pertanian yang cocok untuk lahan gambut berkadar asam tinggi bila pasang naik, dan lahan kering yang kekurangan air. Berbekal ilmu dan pengalamannya dalam teknologi pertanian, Ir. Joko Wiryanto, berhasil menciptakan cara bercocok tanam yang cukup inovatif. Dari tangan dinginnya lahirlah "Plasenta", cara bercocok tanam, yang menurutnya, cukup sederhana dan mudah dikerjakan setiap petani.

"Plasenta" yang ia maksud bukanlah tali ari-ari bayi yang baru lahir, tetapi merupakan kepanjangan dari "plastik sentuh tanah". Sesuai namanya, sistem pertanian ini banyak memanfaatkan lembaran-lembaran plastik. Mirip cara membuat kolam ikan beralaskan plastik (agar air tidak cepat habis terserap tanah).

Plasenta adalah cara bercocok tanam yang menggunakan plastik mulsa, namun fungsi plastik mulsa di sini bukan untuk menutup media tanamnya, melainkan sebagai alasnya. "Fungsi plastik adalah untuk menahan air agar tidak cepat terserap ke dalam tanah," ujar pria asal Salakopi, Kec. Cihampelas, Kab. Bandung Barat ini.

Untuk memulai bercocok tanam ala Plasenta, pertama-tama sediakan lembaran-lembaran plastik memanjang berukuran lebar 70 cm dengan panjang sesuai keperluan. Plastik mulsa selebar 70 cm ini dihamparkan berjajar dengan bata atau kayu sebagai pembatasnya. Jumlah baris dan panjang plastik diatur sesuai lahan setempat.

Di atas hamparan-hamparan plastik inilah media tanam akan diletakkan sehingga membentuk bedengan-bedengan setinggi 20 cm dengan jarak antarbedengan 0,5 m. Untuk menghindari tergenangnya air, bedengan-bedengan itu diusahakan memiliki kemiringan 10 cm.

"Keberhasilan sistem plasenta terletak pada media tanamnya," ujar Joko. Dengan perhitungan matang, akan berhasil dibuat kombinasi yang tepat untuk media tanam sistem plasenta yang terdiri atas bahan-bahan, cocopeat, kompos, rajangan gedebog pisang, dengan perbandingan 3 : 2 : 1, serta tambahkan sedikit tanah sekadar untuk membiakkan mikroba yang akan ditambahkan pada media ini. Seluruh bahan-bahan ini kemudian dicampurkan secara merata.

Perlu diketahui, cocopeat adalah sabut kelapa yang dihancurkan atau digiling sehingga berbentuk serbuk. Cocopeat mampu menyimpan air cukup lama dan kaya akan unsur kalium. Bila cocopeat susah didapat, Joko menyarankan untuk meggunakan sekam padi / tanah gembur.

Menurut dia, dengan kombinasi itu media tanam akan mengandung unsur-unsur hara tanah yang diperlukan tanaman, di antaranya kalium yang dihasilkan cocopeat, fosfat dari rajangan pelepah pisang, dan NPK dari kompos. Tambahkan F1 Embio pada media yang akan mengaktifkan mikroba untuk mengikat unsur nitrogen (N) dari udara, melarutkan unsur fosfat (P), menguraikan selulosa, dan merombak sisa-sisa bahan organik.

Bila media tanam sudah membentuk bedengan-bedengan di atas plastik mulsa, maka kegiatan bercocok tanam sudah bisa dilakukan dengan memasukkan benih ke dalam media tanam, seperti halnya bercocok tanam cara tradisional. Jenis tanaman yang cocok untuk sistem plasenta adalah tanaman hortikultura, namun tanaman padi juga memungkinkan bila ketersediaan air terjamin.

Pemeliharaan tanaman dilakukan sebagaimana cara tradisional, seperti penyiraman, penyiangan, dan sebagainya. Untuk penyiraman bisa dilakukan tiga hari sekali, untuk tanaman yang butuh banyak air seperti mentimun dan caisim, lakukan penyiraman sekali sehari ( sore hari), sementara untuk tanaman padi airnya macak-macak.

Menurut pemuda pelopor pertanian tahun 2005 ini, sistem plasenta sudah dipraktikkan di beberapa daerah dan hasilnya sangat memuaskan. Sebuah greenhouse seluas 12 x 20 m yang terletak di Kampung Ciela, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang, berhasil menerapkan sistem pertanian ala Joko ini dengan 16 kali panen mentimun jepang (kiuri).

Greenhouse milik PT Bandung Ekspress ini bisa berproduksi hingga 4 ton lebih hanya dari empat baris bedengan yang masing-masing panjangnya 20 meter. Sementara itu di Kalimantan Barat, tepatnya di Mempawah, Kab. Pontianak, sistem plasenta berhasil dilakukan pada lahan gambut seluas 6 ha, komoditas yang ditanam di sana seluruhnya tanaman hortikultura.

Dibandingkan dengan cara bercocok tanam tradisional berbasis tanah, sistem plasenta memiliki beberapa keunggulan, antara lain "tidak memerlukan pengolahan tanah, pemupukan hampir tidak dilakukan, usia produktif tanaman bisa lebih panjang, dengan ukuran komoditas yang lebih besar dari biasanya serta bisa meningkatkan panen hingga 400%," jelas pria yang pernah mewakili Indonesia dalam pertemuan petani ASEAN tahun 2006. (Dede Suhaya).***

No comments:

Post a Comment