PERNAH mendengar nama Jabal Magnet? Bagi jamaah haji Indonesia yang sempat berziarah ke kota suci Madinah, nama ini tidak asing lagi, karena Jabal Magnet atau Bukit Magnet (30 menit perjalanan dari pusat kota Madinah) menjadi daya tarik tersendiri bagi para jemaah haji sebagai atraksi wisata yang unik. Di kawasan ini para jemaah haji disuguhi sebuah fenomena alam yang ganjil, mobil yang dimatikan mesinnya dengan posisi persneling netral, serta rem dilepas akan bergerak sendiri, bahkan mampu melaju kencang seolah-olah ada yang menarik, padahal kelihatannya jalan tidak menurun.
Bukit magnet ternyata tidak hanya ada di dekat Madinah Arab Saudi, ada ratusan tempat di dunia ini yang memiliki fenomena seperti ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda, kadang mereka menyebutnya bukit gravitasi (gravity hill), bukit hantu (spook hill), atau jalan misteri (mistery spot). Lokasi aneh ini banyak terdapat di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Asia, Amerika Latin, Eropa, bahkan Indonesia pun memiliki lokasi ajaib seperti ini, yaitu di jalan yang menuju objek wisata Gunung Kelud, tepatnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Umumnya fenomena yang ditemui di bukit-bukit magnet tersebut, ditandai dengan mobil yang bisa menggelinding sendiri ke arah tanjakan atau air yang mengalir ke tempat yang lebih tinggi.
Cerita-cerita mengenai jalan aneh, yang seolah melawan hukum fisika ini, memang telah ada sejak tahun 1880-an. Fenomena ini sempat mengusik keingintahuan tiga wartawan surat kabar Saint John Telegraph Journal dari Kanada. Pada Agustus 1933 mereka berangkat ke Moncton, New Brunswick, Kanada untuk menguji fenomena bukit magnet ini, mereka berharap bisa mengungkap misteri di lokasi tersebut. Ketiga wartawan tersebut memang berhasil menemukan situs itu dan bisa merasakan mobilnya menggelinding di tanjakan, namun mereka tidak bisa menjawab apa penyebab misteri ini? Sejak artikelnya dipublikasikan di surat kabar, keberadaan bukit magnet ini kemudian ramai dibicarakan, dan mengundang keingintahuan orang-orang untuk mengunjungi dan merasakannya.
Di berbagai negara, fenomena ajaib ini dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dalam dunia pariwisata. Para pemandu wisata pun tak segan-segan mengarang cerita-cerita sensasi, bahwa ada kekuatan alam atau kekuatan gaib yang sedang berlangsung di sana. Kadang dicampur dengan legenda-legenda setempat, atau dibumbui gosip yang rada-rada ilmiah, konon di bukit ini sedang terjadi kekacauan gravitasi Bumi.
Lalu apakah sebenarnya yang terjadi di bukit magnet tersebut? Benarkah mengandung magnet? Adakah penjelasan ilmiah yang melatarbelakangi fenomena alam ini?
Saat ini, paling tidak ada dua teori ilmiah yang dipercaya bisa menjelaskan rahasia di balik bukit magnet atau bukit gravitasi ini. Salah satu gagasan adalah yang menyatakan bahwa bukit atau gunung itu memang mengandung biji besi di dalamnya. Besi-besi ini bisa menjadi magnet, dan benar-benar akan menarik apapun yang terbuat dari logam menuju ke pusatnya. Sayangnya teori ini mengandung kelemahan, karena tidak bisa menjelaskan mengapa air juga bisa mengalir menuju tanjakan, padahal air bukanlah logam.
Sementara, teori ilmiah yang saat ini banyak dianut dan cukup masuk akal adalah yang mengatakan bahwa fenomena ini hanyalah ilusi optis alias tipuan mata. Brock Weiss, ahli fisika materi dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat menjelaskan fenomena ini, seperti dilansir sciencedaily.com edisi 1 Juni 2006.
Umumnya semua misteri di lokasi-lokasi tersebut, menurut Weiss, jelas-jelas disebabkan terhalangnya cakrawala (horison), yang membuat mata manusia kesulitan untuk "menerjemahkan" lereng dari suatu permukaan. Mereka kehilangan titik pegangan yang benar, dan ini bisa mengacaukan reflek tubuh manusia terhadap keseimbangan, terutama jika lereng tersebut tidak curam.
Sepertinya ada distorsi dalam memandang perspektif dan sudut yang tidak normal, karena tata letak tanah di sekitarnya menghasilkan ilusi optik sehingga lereng yang sedikit menurun tampak sebagai lereng yang menanjak. ”Fenomena bukit magnet ini tidak lebih dari ilusi optik yang membohongi mata dan otak manusia,” ujar Weiss.
Mereka sebenarnya sedang berkendaraan di turunan bukan di tanjakan. Itulah sebabnya mobilnya bisa berjalan sendiri ke arah "tanjakan" yang sebenarnya adalah turunan. Pengukuran dengan GPS (global positioning system) pun memperlihatkan level di titik awal jalan lebih tinggi dari ujung jalan.
Bagaimana penjelasan ilmiah dari jalan misteri yang ada di Gunung Kelud, Jawa Timur, apakah di sini juga terjadi karena ilusi optik? Ternyata dari hasil penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya pada April 2007, menyatakan jalan misteri sepanjang 200 meter tersebut tidak terbukti adanya gaya magnet. Bahkan para ahli dari ITS itu dapat membuktikan bahwa jalan itu justru menurun dengan kemiringan 5 derajat. Mereka menyimpulkan, jalan misteri menuju lokasi wisata Gunung Kelud ternyata hanya tipuan mata alias ilusi optik.
Diduga fenomena ilusi mata ini juga terjadi di Jabal Magnet (30 km dari Kota Madinah menuju arah Kota Tabuk, Arab Saudi). Penggal jalan itu sendiri sebenarnya memang menurun, tapi kemiringannya kecil sekali. Ketika dilihat dari posisi jalan yang kemiringannya tinggi, maka penggal jalan menurun itu terlihat seperti naik. Dari pengukuran GPS yang pernah dilakukan seseorang yang skeptis dengan keajaiban ini, ternyata memang benar kendaraan berjalan menuju titik level terendah dari permukaan bumi terhadap permukaan air laut, dan kendaraan bisa mencapai kecepatan hingga 120 km/jam karena jalurnya panjang sehingga ada percepatan selama menempuh jalur tersebut, secara aktual jalur tersebut tidak menurun terus, tapi ada kondisi naik dan turunnya.
Ada satu pendapat dari ahli geologi yang bisa menjelaskan terjadinya ilusi optik pada bukit gravitasi. Mereka mengklaim, ilusi optik terjadi karena adanya rayapan tanah (soil creep) yang kerap ditandai dengan bentuk pepohonan yang miring akibat pemuaian tanah.
Ketika jalan itu miring sedangkan pohon yang sering kita pergunakan sebagai “acuan vertikal” juga miring maka ilusi optik akan terjadi. Bila arah kemiringan jalan sebenarnya ke arah kanan (sebelah kanan rendah), dan pepohonan miring dengan arah yang berlawanan dengan kemiringan jalan (miring ke kanan), maka pikiran kita akan “tertipu” oleh mata kita yang seolah-olah melihat kemiringan jalan ke arah kiri.
Pada ruas-ruas jalan tertentu gejala ini akan lebih mudah menipu mata kita, apalagi kalau kita sedang berada di sebuah tempat atau jalan panjang yang menanjak tetapi ada ruas kecil yang menurun, ketika mobil ada pada posisi di ruas jalan yang menurun ini, maka akan terasa seolah-olah mobil tetap menanjak karena kemiringan jalan sangat landai dan pepohonan menipu persepsi otak. (dari berbagai sumber)***
Terima kasih, fotonya dari eramuslim.com
Bukit magnet ternyata tidak hanya ada di dekat Madinah Arab Saudi, ada ratusan tempat di dunia ini yang memiliki fenomena seperti ini, walaupun dengan nama yang berbeda-beda, kadang mereka menyebutnya bukit gravitasi (gravity hill), bukit hantu (spook hill), atau jalan misteri (mistery spot). Lokasi aneh ini banyak terdapat di Amerika Serikat, Kanada, Australia, Asia, Amerika Latin, Eropa, bahkan Indonesia pun memiliki lokasi ajaib seperti ini, yaitu di jalan yang menuju objek wisata Gunung Kelud, tepatnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Umumnya fenomena yang ditemui di bukit-bukit magnet tersebut, ditandai dengan mobil yang bisa menggelinding sendiri ke arah tanjakan atau air yang mengalir ke tempat yang lebih tinggi.
Cerita-cerita mengenai jalan aneh, yang seolah melawan hukum fisika ini, memang telah ada sejak tahun 1880-an. Fenomena ini sempat mengusik keingintahuan tiga wartawan surat kabar Saint John Telegraph Journal dari Kanada. Pada Agustus 1933 mereka berangkat ke Moncton, New Brunswick, Kanada untuk menguji fenomena bukit magnet ini, mereka berharap bisa mengungkap misteri di lokasi tersebut. Ketiga wartawan tersebut memang berhasil menemukan situs itu dan bisa merasakan mobilnya menggelinding di tanjakan, namun mereka tidak bisa menjawab apa penyebab misteri ini? Sejak artikelnya dipublikasikan di surat kabar, keberadaan bukit magnet ini kemudian ramai dibicarakan, dan mengundang keingintahuan orang-orang untuk mengunjungi dan merasakannya.
Di berbagai negara, fenomena ajaib ini dimanfaatkan menjadi lahan bisnis dalam dunia pariwisata. Para pemandu wisata pun tak segan-segan mengarang cerita-cerita sensasi, bahwa ada kekuatan alam atau kekuatan gaib yang sedang berlangsung di sana. Kadang dicampur dengan legenda-legenda setempat, atau dibumbui gosip yang rada-rada ilmiah, konon di bukit ini sedang terjadi kekacauan gravitasi Bumi.
Lalu apakah sebenarnya yang terjadi di bukit magnet tersebut? Benarkah mengandung magnet? Adakah penjelasan ilmiah yang melatarbelakangi fenomena alam ini?
Saat ini, paling tidak ada dua teori ilmiah yang dipercaya bisa menjelaskan rahasia di balik bukit magnet atau bukit gravitasi ini. Salah satu gagasan adalah yang menyatakan bahwa bukit atau gunung itu memang mengandung biji besi di dalamnya. Besi-besi ini bisa menjadi magnet, dan benar-benar akan menarik apapun yang terbuat dari logam menuju ke pusatnya. Sayangnya teori ini mengandung kelemahan, karena tidak bisa menjelaskan mengapa air juga bisa mengalir menuju tanjakan, padahal air bukanlah logam.
Sementara, teori ilmiah yang saat ini banyak dianut dan cukup masuk akal adalah yang mengatakan bahwa fenomena ini hanyalah ilusi optis alias tipuan mata. Brock Weiss, ahli fisika materi dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat menjelaskan fenomena ini, seperti dilansir sciencedaily.com edisi 1 Juni 2006.
Umumnya semua misteri di lokasi-lokasi tersebut, menurut Weiss, jelas-jelas disebabkan terhalangnya cakrawala (horison), yang membuat mata manusia kesulitan untuk "menerjemahkan" lereng dari suatu permukaan. Mereka kehilangan titik pegangan yang benar, dan ini bisa mengacaukan reflek tubuh manusia terhadap keseimbangan, terutama jika lereng tersebut tidak curam.
Sepertinya ada distorsi dalam memandang perspektif dan sudut yang tidak normal, karena tata letak tanah di sekitarnya menghasilkan ilusi optik sehingga lereng yang sedikit menurun tampak sebagai lereng yang menanjak. ”Fenomena bukit magnet ini tidak lebih dari ilusi optik yang membohongi mata dan otak manusia,” ujar Weiss.
Mereka sebenarnya sedang berkendaraan di turunan bukan di tanjakan. Itulah sebabnya mobilnya bisa berjalan sendiri ke arah "tanjakan" yang sebenarnya adalah turunan. Pengukuran dengan GPS (global positioning system) pun memperlihatkan level di titik awal jalan lebih tinggi dari ujung jalan.
Bagaimana penjelasan ilmiah dari jalan misteri yang ada di Gunung Kelud, Jawa Timur, apakah di sini juga terjadi karena ilusi optik? Ternyata dari hasil penelitian Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya pada April 2007, menyatakan jalan misteri sepanjang 200 meter tersebut tidak terbukti adanya gaya magnet. Bahkan para ahli dari ITS itu dapat membuktikan bahwa jalan itu justru menurun dengan kemiringan 5 derajat. Mereka menyimpulkan, jalan misteri menuju lokasi wisata Gunung Kelud ternyata hanya tipuan mata alias ilusi optik.
Diduga fenomena ilusi mata ini juga terjadi di Jabal Magnet (30 km dari Kota Madinah menuju arah Kota Tabuk, Arab Saudi). Penggal jalan itu sendiri sebenarnya memang menurun, tapi kemiringannya kecil sekali. Ketika dilihat dari posisi jalan yang kemiringannya tinggi, maka penggal jalan menurun itu terlihat seperti naik. Dari pengukuran GPS yang pernah dilakukan seseorang yang skeptis dengan keajaiban ini, ternyata memang benar kendaraan berjalan menuju titik level terendah dari permukaan bumi terhadap permukaan air laut, dan kendaraan bisa mencapai kecepatan hingga 120 km/jam karena jalurnya panjang sehingga ada percepatan selama menempuh jalur tersebut, secara aktual jalur tersebut tidak menurun terus, tapi ada kondisi naik dan turunnya.
Ada satu pendapat dari ahli geologi yang bisa menjelaskan terjadinya ilusi optik pada bukit gravitasi. Mereka mengklaim, ilusi optik terjadi karena adanya rayapan tanah (soil creep) yang kerap ditandai dengan bentuk pepohonan yang miring akibat pemuaian tanah.
Ketika jalan itu miring sedangkan pohon yang sering kita pergunakan sebagai “acuan vertikal” juga miring maka ilusi optik akan terjadi. Bila arah kemiringan jalan sebenarnya ke arah kanan (sebelah kanan rendah), dan pepohonan miring dengan arah yang berlawanan dengan kemiringan jalan (miring ke kanan), maka pikiran kita akan “tertipu” oleh mata kita yang seolah-olah melihat kemiringan jalan ke arah kiri.
Pada ruas-ruas jalan tertentu gejala ini akan lebih mudah menipu mata kita, apalagi kalau kita sedang berada di sebuah tempat atau jalan panjang yang menanjak tetapi ada ruas kecil yang menurun, ketika mobil ada pada posisi di ruas jalan yang menurun ini, maka akan terasa seolah-olah mobil tetap menanjak karena kemiringan jalan sangat landai dan pepohonan menipu persepsi otak. (dari berbagai sumber)***
Terima kasih, fotonya dari eramuslim.com
No comments:
Post a Comment