Friday 31 October 2008

Kulkas Sederhana Cara Afrika

HAWA Usman adalah seorang petani dari Darfur, Sudan. Wanita ini rajin berkebun tomat, okra, wortel, dan lettuce, dan juga memiliki kebun kecil yang ditumbuhi pohon-pohon jambu.

Dalam panasnya cuaca Darfur, Hawa harus rela kehilangan setengah dari hasil panennya yang dijual setiap hari di pasar Al Fashir, sebuah kota besar di Darfur Utara, karena tidak cukupnya fasilitas penyimpanan (tak ada listrik apalagi kulkas) di kantin kecilnya, sebuah jongko yang terbuat dari kayu beratap daun palm tempat ibu tiga anak ini menggelar barang dagangannya.

Namun hari-hari terakhir ini ia bisa menjual hasil panennya lebih segar dan bisa menuai keuntungan lebih besar. Ini semua berkat sebuah alat sederhana nan cerdik --pot zeer-- hasil temuan seorang guru asal Nigeria, Mohammad Bah Abba yang diperkenalkan ke Darfur dua tahun lalu.

Pot zeer atau kulkas pot-in-pot adalah sebuah pot besar yang diisi dengan pot yang lebih kecil. Ruang di antara dua pot tanah liat tersebut diisi dengan pasir, menciptakan sebuah lapisan isolasi yang mengelilingi pot bagian dalam. Pasir kemudian dibuat tetap basah dengan cara menambahkan air secara berkala, umumnya dua kali per hari.

Sistem "kulkas padang pasir" ini berdasarkan pada prinsip fisika sederhana; air yang terkandung dalam pasir akan menguap menuju permukaan luar pot besar dimana udara kering bersirkulasi. Dengan memanfaatkan hukum termodinamika, proses penguapan ini secara otomatis menyebabkan turunnya suhu beberapa derajat, mendinginkan wadah/pot bagian dalam untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan yang ada di dalamnya.

Setiap unit pendingin pot ini bisa muat 12 kg sayuran, sementara biaya pembuatannya per unit kurang dari US$2.

Dari hasil eksperimen untuk menguji kemampuannya meningkatkan ketahanan pangan, memperlihatkan bahwa tomat dan jambu dapat tahan selama 20 hari, dibandingkan dengan tanpa alat ini hanya tahan dua hari. Bahkan lettuce, yang biasanya layu dalam sehari, dapat bertahan hingga lima hari.

Aminah Abas, seorang penjual pot kulkas di pasar Al Fashir, mengaku mengalami permintaan yang tinggi pada pot ini, karena hampir setiap keluarga mengakomodasi sebuah keluarga pengungsi yang menghindari pertempuran di daerah ini.

"Sebagai hasilnya, ada kebutuhan zeer untuk menyimpan air, sayuran dan buah-buahan untuk keperluan keluarga penampung dan keluarga pengungsi," ujarnya.

Hawa beruntung karena menjadi orang pertama yang menggunakan teknologi zeer di kantinnya. Selembar label informasi ditempelkan pada pot pendinginnya yang memberitahu berapa lama beberapa produk bisa tahan.

Sebelum mendapatkan pot "ajaib" ini, setiap hari Hawa harus membawa pulang sebagian hasil panennya yang tidak terjual. Perjalanan enam jam dengan berjalan kaki ke pasar, membuat sayurannya cepat layu dan busuk akibat teriknya panas gurun pasir di sana.

Sistem penyimpanan merupakan kunci utama keamanan makanan di daerah beriklim tak bersahabat di kawasan padang pasir Afrika ini. Panen yang bagus sesuatu yang jarang terjadi di Darfur Utara; bahkan ketika para petani dan produsen skala kecil menghasilkan panen yang kuat dan tahan, mereka tetap berhadapan dengan masalah penyimpanan buah dan sayuran.

Panas yang kering dan debu mampu menurunkan "masa hidup" komoditas seperti tomat, okra dan wortel hingga dua atau tiga hari saja, sehingga penting bagi mereka mengirim hasil panennya secepat mungkin agar produknya berkualitas baik. Dan faktanya makanan harus cepat dikonsumsi, ini berarti pemborosan menjadi tinggi.

Sejak diperkenalkan bulan November 2002, sebanyak 110 keluarga di Darfur telah menikmati kulkas pot made in Bah Abba ini. Rata-rata, dua unit pot digunakan di rumah-rumah, sementara para wanita di pasar bisa memiliki tiga hingga empat unit.

"Alat ini begitu simpel dan teknologinya cocok bagi saya, karena petani selalu berusaha menjaga produknya tetap segar dan dalam kondisi baik," ujar Hawa. "Saya dapat memahami dan menggunakannya dalam waktu seminggu, teknologi ini secara cepat telah menjadi 'roti dan mentega' bagi saya."

Hawa sehari-hari harus mengurus diri sendiri bersama tiga orang anaknya. "Teknologi ini telah membantu saya mendapatkan penghasilan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan keluarga saya sehari-hari. Ini merupakan titik balik yang sangat positif dalam hidup saya, saya bisa mencukupi diri sendiri."

Lebih jauhnya, produsen maupun konsumen diuntungkan dengan hadirnya teknologi tepat guna ini. Bagi petani,
zeer dapat meningkatkan penjualan hasil panennya, di sisi lain konsumen menikmati pasokan sayuran dan buah-buahan meningkat di pasaran.

Zeer adalah kreasi cemerlang dari Mohammad Bah Abba. Bah Abba memberikan gagasannya ke Intermediate Technology Development Group (ITDG), dengan bantuan para peneliti di Universitas Al Fashir, ia berhasil melakukan berbagai eksperimen untuk mengukur keandalan temuannya untuk menjaga content makanan dan meningkatkan shelf life sayuran.

Berkah lainnya, Asosiasi Wanita Pembuat Peralatan dari Tanah Liat di Darfur, dengan dukungan ITDG, kini bisa memproduksi dan menjual zeer untuk menyimpan makanan di wilayah Al Fashir.

Iman Mohamad Ibrahim dari ITDG mengatakan wanita yang menggunakan zeer untuk menyimpan sayuran mereka di pasar dan dapat menambah 25 hingga 30 persen keuntungan penghasilan bagi mereka.

Ia menegaskan, alat ini memiliki banyak kegunaan. "Ia dapat digunakan untuk menyimpan sorghum dan millet untuk waktu yang lama, karena ia melindungi dari kelembaban ketika kering, menghindari berkembangnya jamur."

Pot-in-pot ini juga bisa menjaga suhu air sekitar 15 derajat Celsius. "Di dalam tenda, alat ini digunakan sebagai pot air, untuk menyimpan berbagai item, bahkan sebagai lemari pakaian," ujarnya.

Ada juga manfaat kesehatannya. Menurut Mahmud Ali, petugas kesehatan di Pemerintahan Kota Al Fashir, zeer ini membantu menjaga vitamin dan nutrisi dari sayuran, dan mencegah penyakit yang dibawa lalat.

"Sebelum teknologi ini hadir, sayuran yang dipajang menarik lalat-lalat, menyebabkan penyakit perut seperti disentri," ungkapnya. "Kini sayuran tersebu dapat dijaga tetap segar lebih lama dan jauh dari lalat, ada penurunan yang luar biasa dalam beberapa kasus." (Dede Suhaya/ SciDev.Net)***

Foto:Flickr

No comments:

Post a Comment